Selasa, 28 November 2017

Sakarin

Sakarin, 2H-1λ6,2-benzothiazol-1,1,3-trione dengan nama trivial Sulfimida benzoat dan Orto sulfobenzamida, memiliki massa relatif 183,18 g/mol dengan rumus molekul C7H5NO3S, massa jenis 0,828 g/cm3 dan kelarutan dalam air 1 g per 290 ml. Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, mudah larut dalam air, serta berasa manis.

Kristal Sakarin

Sakarin, dikenal juga dengan kode E954, ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ahli kimia asal Rusia bernama Constantin Fahlberg (1850-1910). Suatu hari pada tahun 1879 setelah bekerja seharian di laboratoriumnya, ia lupa mencuci tangan. Hari itu dia “bermain-main” dengan bahan campuran arang dan tembakau dalam rangka meneliti kegunaannya. Saat tiba makan malam di rumah, dia menyadari bahwa kue rolls yang dia santap sebagai makan malam berasa lebih manis dan lain dari biasanya. Ditanyakan kepada istrinya apakah dia memberikan gula ke kuenya, yang dijawab tidak oleh sang istri. Kue-kue rolls tersebut berasa normal seperti biasa bagi lidah istrinya. Lalu Fahlberg menyadari bahwa rasa manis tersebut berasal dari tangannya. Keesokan harinya, dia kembali ke laboratoriumnya dan mulai meneliti lebih lanjut sampai menemukan sakarin.


Sakarin adalah pemanis buatan tanpa kalori yang memiliki tingkat kemanisan 200-700 kali lebih manis dari gula. Bahan ini telah digunakan sebagai pemanis tanpa kalori pada makanan dan minuman selama lebih dari 100 tahun. Sakarin banyak digunakan saat terjadi kelangkaan gula pada dua Perang Dunia, khususnya di Eropa. Saat ini, sakarin digunakan dalam bebagai makanan dan minuman bebas kalori, mulai dari makanan dipanggang, selai, permen karet, buah kalengan, permen, taburan pencuci mulut, dan saus salad serta produk kosmetik, vitamin, dan farmasi. Dalam perdagangan dikenal dengan nama Gucide, Glucid, Garantose, Saccharimol, Saccharol, dan Sykosa.

Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sakarin tidak bereaksi dengan DNA, tidak bersifat karsinogenik, tidak menyebabkan karies gigi, dan cocok bagi penderita diabetes.

Pemakaian sakarin yang begitu luas menunjukkan bahwa bahan ini memang memiliki keunggulan. Adapun keunggulan pemakaian pemanis buatan ini, antara lain:
Ø Bisa dicampur dengan bahan-bahan pemanis lain
Ø Membantu penderita diabetes
Ø Baik untuk kesehatan gigi dan berat badan

Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) menyatakan sakarin merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan Acceptable Daily Intake (ADI) sebanyak 5,0 mg/kg berat badan. Sejak bulan Desember 2000, US Food and Drug Administration (FDA) telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah mengijinkan penggunaannya. Codex Alimentarius Commission (CAC) mengatur maksimum penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 sampai dengan 5.000 mg/kg produk. European Food Safety Authority (EFSA) pun menyatakan bahwa sakarin aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

Pada awalnya, pemakaian sakarin dikaitkan dengan risiko kanker kandung kemih. Kesimpulan tersebut didapatkan berdasarkan sebuah penelitian pada tikus di laboratorium yang dilakukan pada awal tahun 1970-an. Beberapa penelitian selanjutnya menyebutkan bahwa dosis tinggi sakarin memperbesar peluang tumbuhnya kanker tersebut. Namun, studi ini dilakukan pada tikus.

Studi-studi selanjutnya memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kanker pada tikus terkait secara khusus dengan fisiologi saluran kemih tikus jantan namun tidak berlaku pada manusia. Selain itu, studi epidemiologis juga tidak menemukan kaitan antara konsumsi sakarin dan kanker kandung kemih pada manusia.

Semua faktor ini, ditambah dengan penelitian yang dilakukan selama lebih dari 25 tahun terakhir yang melibatkan manusia, tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa sakarin terkait dengan risiko terjadinya kanker kandung kemih. Dengan demikian, sakarin dinilai relatif aman dan tidak terbukti berkaitan dengan risiko munculnya kanker kandung kemih pada manusia.

Meskipun demikian, sebaiknya kita tidak terlalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang menggunakan zat tambahan sintetis, perbanyak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terbuat dari bahan-bahan alami agar kesehatan kita lebih terjaga.

Artikel ini ditulis ulang di blog Bimbel Mat's College.


*Dirangkum dari beberapa sumber dengan pengeditan dan penambahan seperlunya*


Minggu, 06 November 2016

Aspartam

Aspartam, N-(L-α-Aspartil)-L-fenilalanin, memiliki massa relatif 294,3 g/mol dengan rumus molekul C14H18N2O5 dan massa jenis 1,347 g/cm3. Aspartam adalah salah satu jenis pemanis buatan. Merupakan metil ester dari dua asam amino, yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Dalam kondisi asam atau basa kuat, aspartam dapat terurai menjadi metanol melalui proses hidrolisis. Aspartam ditemukan oleh James M. Schlatter yang bekerja untuk G.D. Searle & Company pada tahun 1965 sebagai tahap antara pada proses sintesis hormon gastrin.

Aspartam, dikenal juga dengan kode E951, memiliki kadar kemanisan 200 kali lipat dari gula (sukrosa). Banyak dijumpai pada produk-produk minuman dan makanan/permen rendah kalori. Nama dagang aspartam sebagai pemanis buatan antara lain Equal, Nutrasweet dan Canderel. Beberapa kelebihan yang dimiliki aspartam diantaranya:
1.    Memiliki kandungan energy yang cukup rendah, 4 Kcal/g
2.    Cita rasa mirip dengan gula tanpa ada rasa pahit
3.    Tidak menyebabkan kerusakan pada gigi
4.    Memperkuat cita rasa buah-buahan pada makanan dan minuman
5.    Aman bagi penderita diabetes.
Beberapa organisasi pangan dunia telah memberikan rekomendasi dosis penggunaan aspartam, diantaranya:
·      Food and Drug Administration (FDA), menyatakan bahwa jumlah asupan harian yang bisa diterima tubuh untuk aspartam adalah 50 mg/kg berat badan manusia.
·      Eroupe Food Safety Authority (EFSA), merekomendasikan batasan penggunaan aspartam 40 mg/kg berat badan manusia.

Menurut US Food and Drug Administration (FDA), The Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA), American Medical Association (AMA), The American Council On Sience and Health (ACSH) aspartam merupakan bahan makanan yang aman bagi kesehatan, hanya berpengaruh pada rasa manis, sehingga dinyatakan aman digunakan baik untuk penderita kencing manis, wanita hamil, wanita menyusui bahkan anak-anak. Tetapi, ada satu pengecualian keamanan konsumsi aspartam, yaitu tidak aman untuk penderita fenilketonuria.

Fenilketonuria adalah penyakit dimana penderita tidak dapat memetabolisme fenilalanin secara baik karena tubuh tidak mempunyai enzim yang dapat mengoksidasi fenilalanin menjadi tirosin sehingga bias menyebabkan kerusakan otak pada anak. Bukan hanya dari aspartam, fenilalanin juga dapat diperoleh dari makanan yang mengandung fenilalanin seperti daging dan produk susu. Oleh karena itu, pada setiap produk yang mengandung aspartam selalu ada peringatan untuk penderita fenilketonuria bahwa produk tersebut mengandung fenilalanin.

Walau dinyatakan aman, ada beberapa efek yang timbul diakibatkan oleh aspartam jika dikonsumsi secara berlebih, meskipun efek tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya karena masih minimnya penelitian yang dilakukan. Efek yang timbul biasanya berupa efek keracunan. Efek ini pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu:
1.    Efek Keracunan Akut
Keracunan akut biasanya timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah mengkonsumsi produk yang mengandung aspartam. Pada survey epidemiologis, dari 551 orang yang dilaporkan mengalami keracunan aspartam, gejala yang timbul ialah mual, muntah, nyeri perut, mata kabur, pandangan menyempit, nyeri kedua bola mata hingga kebutaan, jantung berdebar dan sesak napas.

2.    Efek Keracunan Kronis
Keracunan kronis biasanya dapat timbul dalam hitungan hari hingga tahun setelah mengkonsumsi aspartam dalam jangka panjang. Gejala yang sering timbul pada keracunan kronis adalah perubahan pola menstruasi, rambut rontok, rasa haus yang berlebihan, nyeri pada sendi dan mudah mengalami infeksi.

3.    Efek Toksik
Efek toksik ini sulit dikenali oleh pengguna aspartam. Gejala yang sering timbul pada efek toksik diantaranya sakit kepala, telinga berdenging, pusing, penurunan daya ingat, depresi, mudah tersinggung, kecemasan berlebihan. Gejala ini seringkali tidak disadari baik oleh yang bersangkutan maupun oleh dokter.

Walaupun demikian, efek-efek yang timbul tersebut masih belum dapat dipastikan benar atau tidaknya karena belum diklarifikasi melalui penelitian yang intensif.

Adapun penelitian yang menggunakan aspartam sebesar 34 mg/kg berat badan menunjukkan bahwa walaupun hasil metabolisme aspartam dapat melewati sawar darah plasenta, jumlahnya tidak bermakna untuk sampai dapat menimbulkan gangguan saraf pada janin. Penelitian besar yang dilakukan terhadap manusia, bukan hewan tikus menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa minuman soda yang mengandung pemanis aspartam dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker. Aspartam dapat diurai oleh tubuh menjadi kedua asam amino tersebut dan termasuk pemanis nutritif. Hanya, aspartam tidak tahan suhu tinggi, karena pada suhu tinggi aspartam terurai menjadi senyawa yang disebut diketopiperazin yang meskipun tidak berbahaya bagi tubuh, tetapi tidak lagi manis. Karena itu, aspartam tidak dipakai dalam produk pembuat kue dan dipakai hanya untuk minuman, es krim, dan yoghurt. Jika dicerna secara normal oleh tubuh, aspartam akan menghasilkan asam aspartat dan fenilalanina. Dengan demikian, aman untuk dikonsumsi.

Meskipun demikian, sebaiknya kita tidak terlalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang menggunakan zat tambahan sintetis, perbanyak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terbuat dari bahan-bahan alami agar kesehatan kita lebih terjaga.

 Artikel ini ditulis ulang di blog Bimbel Mat's College.


*Dirangkum dari beberapa sumber dengan pengeditan dan penambahan seperlunya*